about me ?

Download Tugas/ Makalah kuliah STTmigas Balikpapan

Selasa, 16 Maret 2010

TEKNOLOGI PENGOLAHAN LIMBAH MINYAK


Teknologi Pengolahan Limbah Minyak

Pada dasarnya pengolahan air limbah mempunyai tujuan yang sama, yaitu mereduksi polutan atau parameter tertentu sampai ketingkat level aman yang telah ditetapkan oleh pemerintah ketika dibuang ke badan air. Ada 2 hal yang harus dipertimbangkan ketika merancang pengolahan air limbah, yaitu :
  1. Kuantitas air limbah (debit air limbah),
    kuantitas air limbah (debit) sangat penting untuk kita ketahui sebelum
    merancang pengolahan air limbah, karena berkaitan dengan dimensi
    (ukuran) dari bak pengolahan tersebut, sehingga hasil yang didapatkan nantinya ukuran bak pengolahan tidak terlalu besar dan juga tidak terlalau kecil, serta
  2. Tidak kalah pentingnya juga kualitas air limbah atau dalam hal ini adalah nilai parameter pencemar di dalam air limbah.
  3. Data tentang kualitas air limbah sangat penting karena akan
    sangat menentukan jenis pengolahan yang akan kita rancang serta jumlah unit pengolahannya. Salah dalam menentukan jenis dan jumlah unit pengolahan yang kita rancang berarti  akan menimbulkan biaya ekonomi yang sangat tinggi, pengolahan menjadi tidak efisien dan tidak efektif, biaya operasional tinggi, dll.
Begitu juga ketika kita merencanakan pengolahan air limbah industri perminyakan, juga tidak ada bedanya, ada beberapa tahapan dalam pengilaha limbah minyak, yaitu :
  1. Pengolahan awal pemisahan minyak (preliminary oil removal). Tahapan ini berfungsi untuk mereduksi HC, dan SS
  2. Pemisahan minyak secara fisika-kimia (physicochemical oil removal). Tahapan ini berfungsi untuk mereduksi koloid emulsi HC
  3. Pengolahan sekunder dengan proses biologis (biological proses). Tahapan ini berfungsi untuk mereduksi BOD, Phenol, Ammonia
Tahapan Pengolahan di atas  dapat kita lanjutkan menjadi tertiaty
treatment apabila tahapan tersebut belum mampu mereduksi polutan sampai
di bawah ambang batas. Ada beberapa jenis pengolahan limbah minyak,
yaitu :
  1. Pemisahan minyak secara gravitasi
  2. Pemisahan minyak secara fisika-kimia
  3. Pemisahan minyak dengan proses filtrasi dan coalenscence
  4. Pemisahan minyak dengan hydrocyclone
  5. Pemisahan minyak dengan filtrasi membrane
Perinsip Pemisahan Minyak Secara gravitasi Kecepatan Pengapungan Butiran Minyak ( rising velocity of oil droplets) :
v =
dimana :
r    = berat jenis air
r’   = berat jenis minyak
g   = percepatan gravitasi
h   = viskositas dinamik minyak ( 10-1Pa.s dalam poise)
d   = diameter butiran minyak
Dari Rumus di atas dapat dilihat bahwa  kecepatan pengapungan, v
adalah fungsi darl kuadrat dari diameter butiran, d dan perbedaan berat
jenis air dan minyak ( r - r’ ).Data yang perlu diketahui untuk
perencanaan unit pemisah minyak :
  1. Temperatur air dan viscositas dinamik air limbah.
  2. Berat jenis air dan minyak
  3. Ukuran distribusi butiran minyak dalam air
Pemisah Minyak API Longitudinal (Longitudinal API Separators)    GAMBAR 
Pemisah didisain untuk menghilangkan butiran munyak dengan ukuran
lebih dari 150 micrometer. Persamaan kecepatan keatas yang disebut
terdahulu menjadi :
v =
Standar API menentukan tiga parameter utama :
1.  Area horizontal terpakai S dari air,  S = F. Q/v ,
Dimana :
Q = Laju alir air baku
F = Koefisien koreksi sama dengan Fd x Ft, dimana Ft adalah factor
turbulensi yang disefinisikan sebagai  V/v ( V adalah kecepatan
horizontal air yang bergerak melalui settler dan Fd adalah factor
distribusi sekitar 1,2.
Harga V yang disarankan harus tidak boleh lebih
besar 54 m/jam.
Hubungan antara V/v, Ft dan F dapat ditunjukkan pada Tabel berikut :
2.  Potongan melintang vertical minimum (A), yakni A = Q/V
Dengan harga V lebih kecil  45 m /jam diasumsikan distribusi pada inlet settler cukup bagus
  1. Perbandingan tinggi atau kedalaman dan lebar bak antara  0,3 dan 0,5
Lebar antara 1,8 sampai  6 m
Kedalaman antara 0,65 sampai 2,4

ARIASI KONSENTRASI SELULOSA ASETAT DAN WAKTU EVAPORASI MEMBRAN TERHADAP PEMISAHAN EMULSI MINYAK BENSIN - AIR

Minyak bumi adalah salah satu komoditas alam yang masih sangat dibutuhkan keberadaannya hingga saat ini. Bermula sejak era industri dimulai, yaitu sejak mesin uap ditemukan, sampai saat ini minyak bumi masih digunakan sebagai bahan bakar utama mesin mesin industri. Belum termasuk berbagai turunan dari minyak bumi yang kita gunakan sehari-hari. Memang bahan bakar lain seperti batu bara dan gas alam sudah mulai banyak digunakan seiring dengan semakin berkurangnya ketersediaan minyak bumi di berbagai belahan bumi, namun kedua bahan bakar tersebut masih belum bisa dianggap sebagai substitusi sempurna minyak bumi selain karena jumlah yang masih sedikit serta kebanyakan mesin industri masih menggunakan minyak bumi sebagai bahan bakar utama.
Sejak pertama kali ditemukan, minyak bumi sudah menjadi sebuah primadona. Jumlahnya yang melimpah disertai dengan proses pengolahan yang mudah serta banyaknya hasil turunan yang diperoleh dari proses tersebut membuat kita sampai saat ini masih sangat tergantung pada keberadaan energi fosil yang satu ini. Hampir semua polimer merupakan produk turunan dari minyak bumi, sehingga tidak salah saat muncul isu semakin berkurangnya jumlah minyak bumi bukan hanya masalah bahan bakar yang dirisaukan akan tetapi juga ketersediaan berbagai produk turunan tersebut. Maka tidak heran jika belakangan ini kita sering melihat dan mendengar semakin gencarnya penggunaan produk non minyak bumi, atau masyarakat kita menyebutnya produk ‘alami‘.
Minyak bumi terbentuk dari makhluk hidup yang mati kemudian tertutup dengan lapisan tanah dan batuan. Proses pembentukan hidrokarbon ini terjadi pada suhu 120 F - 350 F, pada kedalaman sekitar 5.000-21.000 ft, dan terbentuk sekitar 3 juta tahun yang lalu. Pada kondisi ini juga terbentuk gas bumi pada suhu minimal 350 F dan kedalaman 21.000 ft namun dengan waktu yang lebih singkat. Karena berbagai sebab seperti densitas dan kapilaritas, minyak dan gas bumi akan bergerak ke lapisan atas tanah. Terkadang perpindahan vertikal ini dapat mencapai permukaan tanah. Perpindahan secara horizontal juga mungkin terjadi namun tidak akan lebih dari 200 mil dari tempat terbentuknya. Hidrokarbon tersebut kemudian akan terjebak di lapisan batuan impermeable yang disebut dengan Cap Rock. Tempat ini nantinya akan disebut dengan reservoir.
Proses pengangkatan fluida (minyak & gas bumi) ke permukaan tanah bisa dengan aliran natural (natural flow) atau dengan pengangkatan buatan (artificial lift). Aliran natural dapat terjadi jika perbedaan tekanan reservoir (P2) dan permukaan (P1) masih cukup tinggi, sehingga masih memungkinkan aliran langsung. Pengangkatan buatan diperlukan jika perbedaan tekanan sudah jauh berkurang, hal ini karena tekanan dari reservoir yang sudah mengalami penurunan. Sebagian besar lapangan di Indonesia sudah menggunakan pengangkatan buatan untuk membawa fluida ke permukaan tanah. Hal ini berarti jumlah cadangan minyak bumi terus mengalami penurunan dari waktu ke waktu.
Tidak salah kiranya jika banyak orang yang bertanya dan beranggapan minyak bumi akan segera habis. Hal ini bisa dipahami dari berbagai sudut pandang. Sebelumnya kita harus mengetahui seperti apa sebenarnya bentuk reservoir dari minyak bumi kita. Minyak bumi seperti telah disebutkan diatas akan terjebak dalam lapisan batuan impermeable Cap Rock. Lapisan ini bisa kita umpamakan dengan busa seperti yang biasa kita gunakan untuk mencuci piring. Saat busa tersebut kita rendam dengan air, pori pori busa akan dipenuhi dengan air. Sesaat kemudian kita peras busa untuk mengeluarkan air yang ada pada pori pori. Pertanyaannya, apakah semua air akan bisa dikeluarkan? Ya, tergantung dari seberapa kuat kita memerasnya. Semakin kuat kita peras akan semakin banyak air yang kita keluarkan. Demikian juga dengan lapisan batuan Cap Rock ini, kita harus berusaha keras untuk mengeluarkan minyak bumi yang terjebak didalamnya. Tentunya kita tidak bisa memeras selayaknya busa tadi, melainkan kita harus menambahkan tekanan dalam lapisan batuan sehingga dengan adanya perbedaaan tekanan tersebut minyak bumi dapat diangkat ke atas. Semakin besar tekanan yang kita berikan semakin banyak pula minyak bumi yang bisa terangkat ke permukaan. Pertanyaan yang muncul kemudian adalah, seberapa besar tekanan yang bisa kita berikan ? Hal ini bergantung pada seberapa canggih teknologi yang kita miliki. Semakin bertambah tekanan yang ingin kita berikan, maka semakin kompleks teknologi yang harus kita gunakan, dan segi keekonomian akan mengikuti dengan sendirinya. Nah sekarang kita bisa memahami anggapan akan habisnya minyak bumi sebenarnya adalah ketidakmampuan‘ teknologi yang ada saat ini untuk mengeksploitasi lebih lanjut.
Onshore vs Offshore
Operasi perminyakan lepas pantai (offshore) mulai dikembangkan pada abad ke 20 dan telah membawa tantangan dan gairah baru dalam eksplorasi dan produksi minyak. Ketika sebuah struktur anjungan (platform) dengan tingginya lebih dari gedung bertingkat diluncurkan dari sebuah barge, atau ketika sebuah kota kecil dibangun dan ditempatkan di lepas pantai selama 2 tahun, semua orang yang terlibat didalamnya akan merasa sangat bangga. Hampir semua sudut di dunia, ribuan instalasi lepas pantai dengan berat hampir 50.000 ton telah beroperasi untuk memproduksi minyak dan gas bumi dengan kedalaman 10 - 1.000 ft.
Perbedaan mendasar yang ada hanyalah pada jenis teknologi pompa yang digunakan, untuk jenis operasi onshore kita lebih mengenal dengan sebutan pompa angguk. Namun secara garis besar hampir tidak ada perbedaan dalam proses pengolahan minyak bumi.
Proses Fasilitas Offshore
Proses produksi pada instalasi lepas pantai secara umum akan dijelaskan pada sub bagian ini. Pada prinsipnya proses produksi, pemisahan fluida 3 fasa, minyak bumi tidak berbeda antara fasilitas onshore maupun lepas pantai.
Pada instalasi lepas pantai pada umumnya terdapat dua istilah anjungan (platform) yang digunakan, yaitu anjungan terpencil (remote platform) dan anjungan proses (process platform). Anjungan terpencil akan terletak terpencar di sekitar lapangan dimana pada setiap anjungan ini akan terdapat beberapa kepala sumur (wellhead). Kepala sumur merupakan sebuah sistem instalasi yang digunakan untuk mengambil fluida dari titik yang telah di eksporasi sebelumnya. Dari beberapa anjungan terpencil akan dibuat sistem perpipaan untuk mengalirkan fluida ke anjungan proses. Proses pemisahan fluida akan dilakukan di anjungan proses ini.
Fluida yang diambil masih berupa fluida multifasa (multiphase fluid), yaitu terdapat campuran antara padat, cair dan gas. Untuk itu pada anjungan proses telah disiapkan beberapa tabung silinder (vessel) yang nantinya akan mempunyai fungsi yang berbeda satu dengan yang lain. Pada prinsipnya fluida 3 fasa akan terpisah dengan sendirinya berdasarkan perbedaan berat jenis masing masing fasa. Pemisahan fluida 3 fasa ini selain memisahkan cair/gas (liquid/gas) juga memisahkan antara cair/cair (liquid/liquid). Ketika minyak dan air tercampur dengan intensitas tertentu kemudian dibiarkan dalam waktu tertentu, air akan tampak di bagian bawah campuran. Pada perbatasan diantaranya akan terbentuk emulsi, dimana laju pemisahan air berdasarkan waktu dapat dilihat seperti gambar dibawah
emulasi-minyak.jpg
Sampai pada suatu periode waktu, antara 3 -20 menit, perubahan ketinggian air dapat diabaikan. Fraksi air yang terbentuk disebut free water. Proses ini dilakukan pada tahap awal untuk mendapatkan air sebelum perlakuan selanjutnya terhadap emulsi dan minyak yang tersisa.
Tabung pemisah (separator vessel) yang digunakan untuk memisahkan fluida didesain berupa horizontal dan vertikal, tergantung dari kondisi dan peletakannya. Berdasarkan prinsip pemisahan yang telah dijelaskan diatas, aplikasinya dapat digunakan seperti pada gambar dibawah
separator-vessel.jpg
Fluida yang masuk melalui inlet akan menabrak inlet diverter. Selanjutnya gas yang terpisah akan ditangkap oleh mist extractor, sebuah instrumen berupa jala yang terbuat dari logam, yang akan memisahkan kandungan air dari gas. Air dan minyak yang jatuh setelah menubruk diverter akan terpisah berdasarkan berat jenisnya sebab adanya gaya gravitasi. Minyak bagian atas yang terbentuk akan di-’sendok‘ oleh weir sedikit demi sedikit untuk dipindahkan. Setelah melewati tabung pemisah selanjutnya fluida akan masuk ke dehydrator.
dehydrator.jpg
Pada tabung ini emulsi minyak dan air dipanaskan untuk mengurangi kekentalan (viskositas) dan kemudian diberikan medan listrik tegangan tinggi. Metode ini didasarkan pada sifat bahwa medan listrik bolak-balik dengan tegangan tinggi akan berpengaruh terhadap minyak yang ber-emulsi. Apabila suatu partikel minyak yang non-konduktif berisi butiran air yang konduktif berada dalam suatu medan listrik serta adanya aliran elektron diantara dua elektroda akan mengakibatkan muatan positf dan negatif berkumpul pada sisi butiran air. Arah aliran elektron akan berlawanan arah dengan aliran arus listrik. Susunan muatan yang teratur pada butiran air ini akan tetap bertahan selama masih ada medan listrik diantara dua elektroda. Akibat adanya susunan muatan tersebut maka terjadilah gaya tarik-menarik (induksi) diantara molekul-molekul air sehingga partikel-partikel air akan saling bertumbukan dan bergabung menjadi partikel yang lebih besar. Penggabungan partikel-partikel air ini akan berlangsung terus-menerus sampai sampai tetesan airnya cukup besar sehingga jatuh dengan gaya gravitasi.
oil-transport.jpgSetelah fluida dapat dipisahkan maka akan dikirimkan ke tabung penyimpanan akhir sebelum nantinya akan dikirimkan ke lokasi lain. Fluida minyak mentah (crude oil)yang ada disini sudah mempunyai kandungan air (water cut) yang rendah, sehingga mempunyai tingkat kekentalan yang cukup tinggi.
Telah dilakukan pemisahan sampel simulasi emulsi minyak bensin dengan menggunakan dua membran yaitu membran coalescence dan coalescer dengan proses osmosa balik. Kedua membran dibuat dengan memvariasikan konsentrasi polimer selulosa asetat dan waktu evaporasi. Kinerja membran ditentukan oleh besarnya fluks air yang dihasilkan dan kemampuan pemisahan yang maksimum. Dari hasil penelitian ini didapat komposisi selulosa asetat 10 % b/v dan waktu evaporasi 60 detik yang sama antara membran coalescence maupun membran coalescer. Fluks optimum yang diperoleh adalah sebesar 1503 L/m2 jam dengan faktor pemisahan 49,61 % untuk membran coalescence, sedangkan fluks optimum dari membran coalescer adalah 250,46 L/m2 jam dengan faktor pemisahan 55,34 %. Konsentrasi sampel simulasi sebelum proses osmosa balik sebesar 74 ppm, sedangkan setelah osmosa balik dengan menggunakan spektrofotometer-uv didapat konsentrasi permeat 37,29 ppm pada membran coalescence dan 33,05 ppm pada membran coalescer.
1. Latar Belakang
Air merupakan kebutuhan pokok. Tiga perempat bagian dari permukaan bumi terisi oleh air, seperti air laut, air sungai, air danau dan telaga. Air berfungsi sebagai pelarut bahan baku dalam bidang Industri, untuk metabolisme dalam tubuh mahluk hidup, untuk mengairi tanah pertanian, dan lain-lain (Sastrawijaya, 1991).
Di dalam mengkonsumsi air sangat penting bagi manusia untuk memperhatikan berbagai parameter yang dimiliki oleh air yang murni. Parameter tersebut, seperti BOD, COD dan lain-lain.
Air mengandung zat-zat terlarut dan zat-zat tidak terlarut. Zat terlarut dari air terutama garam-garam mineral, sedangkan zat yang tidak terlarut salah satunya adalah minyak bumi (Sastrawijaya, 1991). Pengolahan minyak bumi yang tidak sempurna mengakibatkan terganggunya ekosistem lingkungan yang berada disekitar pengolahan, misalnya air yang tercemar oleh minyak. Air tersebut tidak layak lagi untuk dikonsumsi manusia bahkan bagi biota air itu sendiri. Gangguan ekosistem yang terjadi dari hasil pengolahan minyak bumi yang tidak sempurna tersebut salah satunya adalah proses pengemulsian antara minyak dan air.
Emulsi adalah suatu sistem dispersi. Banyak campuran air-organik ditemukan di alam, baik yang berasal dari bahan alami seperti minyak, maupun dari hasil industri seperti industri petrokimia, industri pengolahan minyak serta beberapa limbah industri. Pemisahan minyak dalam medium pendispersi air memegang peranan penting dalam berbagai teknologi terutama dalam bidang industri (Bernasconi, 1995). Di samping pemisahan dispersi secara kimia, berbagai metode fisika juga digunakan diantaranya pengendapan secara gravitasi, sentrifuge, flotasi udara, dan ultrafiltrasi. Namun hasil yang diperoleh dari kedua metode tersebut tidak efesien, oleh sebab itu dicari suatu metode baru untuk pemisahan sistem dispersi. Metode tersebut adalah dengan menggunakan tehnologi membran.
Membran yang digunakan dalam penelitian ini adalah membran coalescence (membran tunggal) dan membran coalescer (membran gabungan) selulosa asetat dengan proses osmosa balik.
Osmosa balik merupakan proses pemisahan zat terlarut dengan berat molekul yang kecil seperti garam. Disamping itu dapat juga digunakan untuk pemisahan zat organik dalam jumlah yang kecil. Proses ini punya ketahanan yang sangat baik terhadap tekanan tinggi. Hal ini disebabkan pada proses pemisahannya dengan memberikan tekanan diatas tekanan osmosa larutan, akibatnya air murni akan mengalir melintasi membran semipermiabel kesisi yang encer. Proses ini juga merupakan proses fisis, dimana membran hanya dapat dilalui oleh pelarut, sedangkan zat terlarut baik elektrolit maupun organik akan ditolak (Loeb. S, 1996).
Dari segi ekonomi membran ini tergolong hemat karena tidak membutuhkan energi yang besar dan bahan kimia yang relatif sedikit.
2. Perumusan Masalah
Akibat adanya sistem dispersi emulsi minyak bensin-air di alam menyebabkan terganggunya ekosistem lingkungan, oleh karena itu diusahakan suatu metode baru yaitu penggunaan membran coalescence dan coalescer dengan pengaruh variasi konsentrasi selulosa asetat dan waktu evaporasi untuk memisahkan minyak bensin dari air.
3. Tujuan Penelitian
Membandingkan membran coalescence dan coalescer pada kondisi optimal untuk pemisahan emulsi minyak bensin dan air dengan proses osmosa balik.
4. Manfaat Penelitian
Diharapkan dari hasil penelitian ini akan didapat suatu membran coalescence dan coalescer dengan kondisi optimal yang berguna untuk pemisahan emulsi minyak bensin dan air. Membran ini kemungkinan juga dapat digunakan untuk pemisahan minyak-minyak lainnya, seperti minyak kelapa, minyak tanah dan lain-lain. Hal ini jika minyak-minyak tersebut terdispersi dalam medium pendispersi air.

Limbah Minyak Bisa Didaur Ulang dan Menguntungkan
TIDAK terlalu salah jika Kota Balikpapan mendapat julukan sebagai "Kota Minyak". Selain Pertamina yang memiliki beberapa unit kilang pengolahan minyak, terdapat pula beberapa perusahaan internasional yang melakukan kegiatan eksploitasi (minyak) di Balikpapan serta kabupaten-kabupaten di sekitarnya.
Kegiatan pengolahan minyak di Balikpapan tidak bisa dibilang baru karena sudah dimulai tahun 1922 saat zaman kolonial Belanda dulu. Namun, saat Perang Dunia II kilang ini hancur dan kemudian dibangun kembali tahun 1950. Kini, di areal seluas 2,5 kilometer persegi berdiri dua unit kilang, yakni Kilang Balikpapan I dan Kilang Balikpapan II yang menghasilkan naphta, kerosene, gasoline, refinery gas, LPG, diesel, dan residu.
Kilang Balikpapan juga memiliki satu unit penyulingan hampa (high vacuum unit) yang menghasilkan parafinic oil destilate (POD) yang kemudian dipakai untuk pabrik lilin berkapasitas 100 ton lilin setiap hari. Berbagai jenis lilin ini dipasarkan untuk ekspor dan sebagian produksinya untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.
Sayang, karena posisinya yang strategis di tepi Selat Makassar yang setiap hari dilalui tanker-tanker pengangkut minyak ke Kawasan Timur Indonesia, Balikpapan terkena "getahnya". Hampir setiap tahun, sebagian pantai Balikpapan tercemar limbah minyak mentah atau masyarakat menyebutnya lantung. Tahun ini, limbah minyak berupa lumpur minyak (sludge) menggenangi pantai Balikpapan bagian tengah ke arah timur.
LUMPUR minyak merupakan suatu yang produk sampingan yang dihasilkan dari kegiatan eksploitasi minyak bumi. Lumpur minyak ini dihasilkan mulai saat pengeboran di sumur minyak di lepas pantai hingga di kilang-kilang minyak. Proses terjadinya menyerupai air ledeng yang meninggalkan lumpur tipis di dasar bak atau ember.
Bedanya, lumpur minyak ini mengandung berbagai logam berat yang berbahaya. Jika menumpuk di tanah, bisa merembes dan mencemari sumber air tanah. Itulah sebabnya, perusahaan minyak biasanya menangani sludge dengan menampungnya dalam sebuah tangki penampung, atau ditimbun dalam lubang raksasa yang dilapisi beton dan plastik agar tidak merembes ke dalam tanah.
Sludge dianggap sebagai limbah yang dibuang percuma karena kandungan padatan serta kandungan airnya lebih dari 5 persen. Kalaupun diolah, kurang bernilai ekonomis, bahkan kandungan airnya yang terlampu tinggi bisa merusak kilang.
Tidak heran jika beberapa perusahaan di sejumlah negara, dulu melakukan langkah pragmatis dengan membakar sludge di insenerator. Namun, langkah ini banyak ditentang karena mencemari udara sehingga dianggap tidak ramah lingkungan.
Sebuah perusahaan raksasa Amerika Serikat pernah mengusulkan agar lumpur minyak disuntikkan ke dalam sumur tua agar tidak mencemari udara. Namun, langkah ini pun banyak ditentang karena khawatir limbah berbahaya itu mencemari air tanah.
Ditemukannya teknologi pengolah sludge mendorong negara adidaya ini untuk mengolah sludge menjadi bahan yang bermanfaat. Sludge yang didaur ulang bisa menghasilkan sekitar 60 persen minyak mentah dengan kualitas yang sama dengan minyak hasil pengilangan. Negara-negara Arab bahkan negara tetangga, seperti Malaysia, Singapura, dan Filipina sejak awal 1990-an juga melakukan langkah serupa.
Dalam proses daur ulang ini, mula-mula dilakukan pemisahan minyak, bahan padat, dan air dengan mesin pengocok atau shaker. Setelah minyak terpisah, bahan padat kemudian diolah lebih lanjut dengan memberi bakteri hidrokarbon. Proses bio-remediasi ini menghasilkan bahan yang bisa digunakan untuk pupuk dan sangat aman untuk tanaman. Bahan ini bisa pula digunakan untuk pembuatan batako serta untuk pengeras jalan.
Adapun kandungan airnya diproses lebih lanjut sehingga kandungan logam beratnya sangat minim dan dinyatakan aman untuk dibuang ke lingkungan. Proses pengolahan seperti ini yang paling aman. Namun, sayangnya biayanya cukup mahal sehingga tidak semua perusahaan minyak melakukannya.
Meski demikian, langkah apa pun yang dilakukan, mestinya kepentingan masyarakatlah yang paling utama. Jangan sampai saat terjadi bencana tumpahan minyak, semua pihak saling menyalahkan dan tak ada yang mau bertanggung jawab. (THY)


Metoda pemisahan standar
Ditulis oleh Yoshito Takeuchi pada 15-02-2009
Tidak ada cara unik untuk memisahkan campuran menjadi komponennya. Satu-satunya cara adalah menggunakan perbedaan sifat kimia dan fisika masing-masing komponen. Titik kritisnya Anda dapat menggunakan perbedaan sifat yang sangat kecil.

a. Filtrasi

Filtrasi, yakni proses penyingkiran padatan dari cairan, adalah metoda pemurnian cairan dan larutan yang paling mendasar. Filtrasi tidak hanya digunakan dalam skala kecil di laboratorium tetapi juga di skala besar di unit pemurnian air. Kertas saring dan saringan digunakan untuk menyingkirkan padatan dari cairan atau larutan. Dengan mengatur ukuran mesh, ukuran partikel yang disingkirkan dapat dipilih.
Biasanya filtrasi alami yang digunakan. Misalnya, sampel yang akan disaring dituangkan ke corong yang di dasarnya ditaruh kertas saring. Fraksi cairan melewati kertas saring dan padatan yang tinggal di atas kertas saring. Bila sampel cairan terlalu kental, filtrasi dengan penghisapan digunakan. Alat khusus untuk mempercepat filtrasi dengan memvakumkan penampung filtrat juga digunakan.
Filtrasi dengan penghisapan tidak cocok bila cairannya adalah pelarut organik mudah menguap. Dalam kasus ini tekanan harus diberikan pada permukaan cairan atau larutan (filtrasi dengan tekanan).

b. Adsorpsi

Tidak mudah menyingkirkan partikel yang sangat sedikit dengan filtrasi sebab partikel semacam ini akan cenderung menyumbat penyaringnya. Dalam kasus semacam ini direkomendasikan penggunaan penyaring yang secara selektif mengadsorbsi sejumlah kecil pengotor. Bantuan penyaring apapun akan bisa digunakan bila saringannya berpori, hidrofob atau solvofob dan memiliki kisi yang kaku. Celit, keramik diatom dan tanah liat teraktivasi sering digunakan. Karbon teraktivasi memiliki luas permukaan yang besar dan dapat mengadsorbsi banyak senyawa organik dan sering digunakan untuk menyingkirkan zat yang berbau (dalam banyak kasus senyawa organik) dari udara atau air. Silika gel dapat mengadsorbsi air dan digunakan meluas sebagai desikan.
Lapisan-lapisan penyaring dalam unit pengolah air terdiri atas lapisan-lapisan material. Lapisan penyaring yang mirip untuk penggunaan domestik sekarang dapat diperoleh secara komersial.

c. Rekristalisasi

Sebagai metoda pemurnian padatan, rekristalisasi memiliki sejarah yang panjang seperti distilasi. Walaupun beberapa metoda yang lebih rumit telah dikenalkan, rekristalisasi adalah metoda yang paling penting untuk pemurnian sebab kemudahannya (tidak perlu alat khusus) dan karena keefektifannya. Ke depannya rekristalisasi akan tetap metoda standar untuk memurnikan padatan.
Metoda ini sederhana, material padayan ini terlarut dalam pelarut yang cocok pada suhu tinggi (pada atau dekat titik didih pelarutnya) untuk mendapatkan larutan jenuh atau dekat jenuh. Ketika larutan panas pelahan didinginkan, kristal akan mengendap karena kelarutan padatan biasanya menurun bila suhu diturunkan. Diharapkan bahwa pengotor tidak akan mengkristal karena konsentrasinya dalam larutan tidak terlalu tinggi untuk mencapai jenuh.
Walaupun rekristalisasi adalah metoda yang sangat sederhana, dalam praktek, bukan berarti mudah dilakukan. Saran-saran yang bermanfaat diberikan di bawah ini.
Saran untuk membantu rekristalisasi:
1.   Kelarutan material yang akan dimurnikan harus memiliki ketergantungan yang besar pada suhu. Misalnya, kebergantungan pada suhu NaCl hampir dapat diabaikan. Jadi pemurnian NaCl dengan rekristalisasi tidak dapat dilakukan.
2.   Kristal tidak harus mengendap dari larutan jenuh dengan pendinginan karena mungkin terbentuk super jenuh. Dalam kasus semacam ini penambahan kristal bibit, mungkin akan efektif. Bila tidak ada kristal bibit, menggaruk dinding mungkin akan berguna.
3.   Untuk mencegah reaksi kimia antara pelarut dan zat terlarut, penggunaan pelarut non-polar lebih disarankan. Namun, pelarut non polar cenderung merupakan pelarut yang buruk untuk senyawa polar. Kit a harus hati-hati bila kita menggunakan pelarut polar. Bahkan bila tidak reaksi antara pelarut dan zat terlarut, pembentukan kompleks antara pelarut-zat terlarut.
4.   Umumnya, pelarut dengan titik didih rendah umumnya lebih diinginkan. Namun, sekali lagi pelarut dengan titik didih lebih rendah biasanya non polar. Jadi, pemilihan pelarut biasanya bukan masalah sederhana.

d. Distilasi

Distilasi adalah seni memisahkan dan pemurnian dengan menggunakan perbedaan titik didih. Distilasi memiliki sejarah yang panjang dan asal distilasi dapat ditemukan di zaman kuno untuk mendapatkan ekstrak tumbuhan yang diperkirakan dapat merupakan sumber kehidupan. Teknik distilasi ditingkatkan ketika kondenser (pendingin) diperkenalkan. Gin dan whisky, dengan konsentrasi alkohol yang tinggi, didapatkan dengan teknik yang disempurnakan ini.
Pemisahan campuran cairan menjadi komponen dicapai dengan distilasi fraksional. Prinsip distilasi fraksional dapat dijelaskan dengan menggunakan diagram titik didih-komposisi (Gambar 12. 1). Dalam gambar ini, kurva atas menggambarkan komposisi uap pada berbagai titik didih yang dinyatakan di ordinat, kurva bawahnya menyatakan komposisi cairan. Bila cairan dengan komposisi l2 dipanaskan, cairan akan mendidih pada b1. Komposisi uap yang ada dalam kesetimbangan dengan cairan pada suhu b1 adalah v1. Uap ini akan mengembun bila didinginkan pada bagian lebih atas di kolom distilasi (Gambar 12.2), dan embunnya mengalir ke bawah kolom ke bagian yang lebih panas. Bagian ini akan mendidih lagi pada suhu b2 menghasilkan uap dengan komposisi v2. Uap ini akan mengembun menghasilkan cairan dengan komposisi l3.
Jadi, dengan mengulang-ulang proses penguapan-pengembunan, komposisi uap betrubah dari v1 ke v2 dan akhirnya ke v3 untuk mendapatkan konsentrasi komponen A yang lebih mudah menguap dengan konsentrasi yang tinggi.
pengantarkimia-terjemah_img_120
Gambar 12.1 Diagram titik didih- komposisi larutan ideal campuran cauran A dan B. Komposisi cairan berubah dari l1 menjadi l2 dan akhirnya l3. Pada setiap tahap konsentrasi komponen B yang kurang mudah menguap lebih tinggi daripada di fasa uapnya.Contoh soal 12.1 Distilasi fraksional Tekanan uap benzen dan toluen berturut-turut adalah 10,0 x 104 N m-2 dan 4,0 x 104 N m-2, pada80°C. Hitung fraksi mol toluen dalam uap yang berada dalam kesetimbangan dengan cairan yang terdiri atas 0,6 mol toluen dan 0,4 molar benzen. Hitung fraksi mol toluen x dalam fas uap.Jawab Dengan bantuan hukum Raoult (bab 7.4(b)), komposisi uapnya dapat dihitung sebagai berikut. Jumlah mol toluen di uap /jumlah mol benzen di uap = [0,60 x (4,0 x 104)]/[0,40 x (10,0 x 104)] = 0,60.
Fraksi mol toluen di uap x adalah: x/(1 - x) = 0,60; x = 0,60 / (1,0 + 0,60) = 0,375.
Bila dibandingkan dengan komposisi cairan, konsentrasi toluen di fasa uap lebih besar menunjukkan bahwa adanya pengaruh distilasi fraksional.
Kolom distilasi yang panjang dari alat distilasi digunakan di laboratorium (Gambar 12.2) memberikan luas permukaan yang besar agar uap yang berjalan naik dan cairan yang turun dapat bersentuhan. Di puncak kolom, termometer digunakan untuk mengukur suhu fraksi pertama yang kaya dengan komponen yang lebih mudah menguap A. Dengan berjalannya distilasi, skala termometer meningkat menunjukkan bahwa komponen B yang kurang mudah menguap juga ikut terbawa. Wadah penerima harus diubah pada selang waktu tertentu.
Bila perbedaan titik didih A dan B kecil, distilasi fraksional harus diulang-ulang untuk mendapatkan pemisahan yang lebih baik. Produksi minyak bumi tidak lain adalah distilasi fraksional yang berlangsung dalam skala sangat besar.
pengantarkimia-terjemah_img_121

e. Ekstraksi

Ekstraksi adalah teknik yang sering digunakan bila senyawa organik (sebagian besar hidrofob) dilarutkan atau didispersikan dalam air. Pelarut yang tepat (cukup untuk melarutkan senyawa organik; seharusnya tidak hidrofob) ditambahkan pada fasa larutan dalam airnya, campuran kemudian diaduk dengan baik sehingga senyawa organik diekstraksi dengan baik. Lapisan organik dan air akan dapat dipisahkan dengan corong pisah, dan senyawa organik dapat diambil ulang dari lapisan organik dengan menyingkirkan pelarutnya. Pelarut yang paling sering digunakan adalah dietil eter C2H5OC2H5, yang memiliki titik didih rendah (sehingga mudah disingkirkan) dan dapat melarutkan berbagai senyawa organik.
Ekstraksi bermanfaat untuk memisahkan campuran senyawa dengan berbagai sifat kimia yang berbeda. Contoh yang baik adalah campuran fenol C6H5OH, anilin C6H5NH2 dan toluen C6H5CH3, yang semuanya larut dalam dietil eter. Pertama anilin diekstraksi dengan asam encer. Kemudian fenol diekstraksi dengan basa encer. Toluen dapat dipisahkan dengan menguapkan pelarutnya. Asam yang digunakan untuk mengekstrak anilin ditambahi basa untuk mendaptkan kembali anilinnya, dan alkali yang digunakan mengekstrak fenol diasamkan untuk mendapatkan kembali fenolnya.
Bila senyawa organik tidak larut sama sekali dalam air, pemisahannya akan lengkap. Namun, nyatanya, banyak senyawa organik, khususnya asam dan basa organik dalam derajat tertentu larut juga dalam air. Hal ini merupakan masalah dalam ekstraksi. Untuk memperkecil kehilangan yang disebabkan gejala pelarutan ini, disarankan untuk dilakukan ekstraksi berulang. Anggap anda diizinkan untuk menggunakan sejumlah tertentu pelarut. Daripada anda menggunakan keseluruhan pelarut itu untuk satu kali ekstraksi, lebih baik Anda menggunakan sebagian-sebagian pelarut untuk beberapa kali ekstraksi. Kemudian akhirnya menggabungkan bagian-bagian pelarut tadi. Dengan cara ini senyawa akan terekstraksi dengan lebih baik. Alasannya dapat diberikan di bawah ini dengan menggunakan hukum partisi.
Perhatikan senyawa organik yang larut baik dalam air dan dalam dietil eter ditambahkan pada campuran dua pelarut yang tak saling campur ini. Rasio senyawa organik yang larut dalam masingmasing pelarut adalah konstan. Jadi,
ceter / cair = k (konstan) (12.1)
ceter dan cair adalah konsentrasi zat terlarut dalam dietil eter dan di air. k adalah sejenis konstanta kesetimbangan dan disebut koefisien partisi. Nilai k bergantung pada suhu.
Contoh soal 12.2
Efisiensi ekstraksi
Koefisien partisi k (untuk dietil eter dan air; ceter / cair) senyawa organik S adalah 40,0 pada suhu kamar. Andaikan anda mengekstraksi S dengan 50 cm3 dietil eter dari larutan 5,0 g S dalam 1 dm3 air. Hitung jumlah S yang terekstraksi bila Anda (1) menggunakannya dalam satu kali ekstraksi (2) dua kali ekstraksi (masing-masing 25 cm3).
Jawab
(1) Jumlah S terekstraksi, x1, dihitung sebagai berikut. k = ceter / cair = (x1/ 50,0) / (5,0 - x1) / 1000 = 40,0 x1 = 3,33 (g)
(2) Jumlah S terekstraksi, y1 dan y2, dalam tiap ekstraksi, dihitung sebagai berikut
k = ceter / cair = (y1/ 25,0) / (5,0 - y1) / 1000 = 40,0 y1 = 2,50 (g) k = ceter / cair = (y2/ 25,0) / (2,5 - y2) / 1000 = 40,0 y2 = 1,25 (g)
y1 + y2 = 2,50 + 1,25 = 3,75 (g)
Jelas bahwa ekstraksi lebih menguntungkan bila dilakukan dengan berulang.
Bagaimana hukum partisi bekerja bila terdapat dua senyawa yang akan diekstraksi dalam larutan? Andaikan dua senyawa , 10,0 g A dan 10,0 g B, dilarutkan sejumlah cukup dalam air yang cukup. Koefisien partisi k = ceter / cair = 10,0 untuk A dan 0,10 untuk B.
Ekstraksi pertama dilakukan dengan volume dietil eter yang sama (seperti larutannya). Hasilnya adalah sebagai berikut.
pengantarkimia-terjemah_img_122
Lapisan eter dipisahkan dan lapisan air diekstraksi lagi dengan volume dietil eter yang sama. Hasilnya adalah sebagai berikut.
pengantarkimia-terjemah_img_123
Jelas bahwa konsentrasi A dalam lapisan air akan menurun dengan pengulangan ekstraksi. Contoh soal 12.3 Hukum partisi Konfirmasikan diskusi di atas dengan hukum partisi. Jawab Jumlah A dan B yang diekstraksi oleh ekstraksi pertama dan kedua adalah berturut-turut a1, b1 dan
a2, b2,. Hasil ekstraksi pertama adalah. untuk A; k = ceter / cair = a1 / (10,0 - a1) = 10,0 a1 = 9,09 (g) untuk B; k = ceter / cair = b1 / (10,0 – b1) = 0,10 b1 = 0,909 (g)
Hasil ekstraksi kedua adalah untuk A; k = ceter / cair = a2 / (10,0 – a2) = 10,0 a2 = 0,83 (g) untuk B; k = ceter / cair = b2 / (10,0 - b2) = 0,10 b1 = 0,83 (g)

Di degassing drum ini dilakukan pemisahan 3 macam komponen feed SWS, yaitu gas hydrocarbon ringan dan H2S, minyak, dan air.
* Gas hydrocarbon ringan dan H2S yang terkandung dalam feed SWS masuk ke dalam degassing drum dan menuju bagian degassing drum yang dilengkapi dengan packing column. Packing column ini berisi 1" ceramic rashing ring packing. Di packing column ini, gas hydrocarbon ringan dan H2S dikontakkan dengan stripped water produk SWS Column untuk mengambil kandungan hydrocarbon berat yang mungkin terikut gas. Hydrocarbon berat yang di-absorb tersebut kemudian masuk kembali ke dalam degassing drum untuk kemudian dipisahkan dari water dan dipompakan ke Skim Oil Drum. Sedangkan gas dari stripping column degassing drum mengalir ke Vent Gas Absorber untuk dikontakkan dengan lean amine (MEA, MDEA, DGA, atau lainnya) untuk di-absorb H2S nya. Off gas dari Vent Gas Absorber kemudian dikirim ke Thermal Oxidizer yang ada di Sulphur Recovery Unit untuk di-burn. Sedangkan Rich Amine (amine yang mengandung banyak H2S) keluar dari bottom vent gas absorber dan kemudian dialirkan ke Amine Regeneration Unit (ARU) untuk diregenerasi amine-nya. Di ARU, H2S yang keluar di top Amine Regenerator dialirkan ke Sulphur Recovery Unit untuk di-recover sulphur-nya.
* Minyak
Minyak yang terkandung di dalam feed dipisahkan dari water berdasarkan perbedaan berat jenis. Minyak yang mempunyai berat jenis lebih ringan daripada water akan berada pada lapisan atas/di permukaan water pada level degassing drum. Minyak ini (biasa disebut skimmed oil) kemudian dialirkan ke Skim Oil Drum untuk kemudian dipompakan ke Slop Oil Tank. Slop Oil yang ada di Slop Oil tank ini selanjutnya dapat di-blending dengan Crude Oil untuk diumpankan ke Unit Crude Distillation Unit (3-5% total feed CDU) atau di-blending dan dijual sebagai Low Sulphur Waxy Residue/LSWR atau sebagai Fuel Oil (dapat digunakan sendiri sebagai bahan bakar fired heater atau dijual).
* Water*
Water kemudian dialirkan ke preheater (feed/product heat exchanger) sebelum kemudian menuju SWS Column.
Tekanan degassing drum didisain cukup rendah agar kandungan H2S dan hydrocarbon ringan (yang mudah menguap) dari feed sour water dapat ter-flash off. Biasanya tekanan degassing drum sekitar 0,5 kg/cm2g.
1. SWS Column
Temperatur top SWS column diatur sehingga diperoleh kandungan H2S dan NH3 dalam stripped water yang sesuai dengan spesifikasi. Sour gas dari top SWS column dikondensasi untuk memisahkan air dengan acid gas. Semakin tinggi temperature top SWS column, maka semakin banyak H2S dan NH3 yang akan teruapkan (semakin sedikit H2S dan NH3 yang terlarut dalam stripped water; kualitas stripped water semakin bagus). Sebaliknya, semakin rendah temperature top SWS column, maka semakin sedikit H2S dan NH3 yang akan ter-strip. Namun, temperatur top SWS column dibatasi tidak boleh lebih rendah daripada 82 oC yang akan menyebabkan sublimasi ammonium hydrosulfide (NH4HS) yang dapat menyebabkan plugging di bagian atas SWS column.
"Apakah drain line yang dari stripping tower perlu diperhatikan betul2 untuk produk H2S nya?"
Bukan Cuma H2S nya saja yang harus diperhatikan tapi juga NH3 dan Oil content-nya. Di plant saya sekarang di Rabigh, KSA, spesifikasi kandungan H2S dan NH3 dalam Stripped Water product (bottom SWS column) berturut-turut adalah maksimum 10 dan 30 ppmwt (untuk mencapai target air buangan Sulfida maximum 1 ppm dan nitrogen maksimum 10 ppm). Oil content dibatasi agar air buangan WWTP mengandung mempunyai oil content maksimum 25 ppm. Dari SWS, stripped water masih dikirim ke WWTP untuk diolah lebih lanjut sebelum di buang ke perairan.
Sedangkan jika dalam feed SWS ada kandungan phenol, maka kandungan phenol ini gak bisa diapa-apain oleh SWS (alias numpang lewat doang), jadi terpaksa menyerahkan sepenuhnya penanganan phenol ini kepada bioseparator/biotreatment untuk diolah phenolnya sehingga kandungannya bisa < 1 ppm.
WWTP biasanya terdiri dari oil separator dan biotreatment. Metode yang umum digunakan di oil separator adalah pemisahan secara gravity menggunakan oil skimmer API/TPI. Sedangkan tugas biotreatment adalah menurunkan kandungan organic, COD, BOD, dan phenol dengan bantuan bakteri.
Kalo di Indonesia, BML (Baku Mutu Lingkungan) air buangan adalah sebagai berikut :
* pH = 6-9.
* Kandungan sulfida maksimum = 1 ppm.
* Kandungan ammonia maksimum = 10 ppm.
* Kandungan phenol maksimum = 1 ppm.
* Kandungan minyak maksimum = 25 ppm.
* BOD maksimum = 100 ppm.
* COD maksimum = 200 ppm.
* Temperatur maksimum = 45 oC.
Sedangkan untuk standar international, standar air buangan/effluent dari petroleum industry yang ditetapkan oleh World Bank (Lha kok World Bank punya standar kayak gituan? Iya, World Bank merasa perlu punya standar tersebut terkait dengan pinjaman uang kepada suatu proyek, agar proyek tersebut tetep ramah lingkungan. Lha kenapa juga yang diambil standar-nya World Bank? Iya, cuman itu yang saya tau):
* pH = 6-9
* BOD = 30
* COD = 150
* Oil and grease = 10
* Total Suspended Solid = 30
* Chromium Hexavalent = 0.1
* Chromium Total = 0.5
* Lead = 0.1
* Nitrogen total = 30
* Phenols = 0.5
* Benzene = 0.05
* Sulphide = 1

Unit Pengelolaan Limbah sangat Canggih
Selasa, 06 Nopember 2007


PALEMBANG - Sumeks - PT PUSRI paham betul dampak proses sebuah perusahaan petrokimia yang memproduksi urea terhadap lingkungan. Karenanya, komitmen terhadap kelestarian lingkungan lebih diutamakan. “Dalam pengelolaan limbah pabrik, usaha-usaha diarahkan pada penekanan dan pengurangan jumlah limbah yang dibuang ke lingkungan dengan prinsip 5 R + 1 T (Reduce, Recovery, Recycle, Reuse, Refine, and Treatment, red),” tegas Kepala Departemen Humas dan Hukum PT Pusri, Ir Djakfar Abdullah MSi.

Teknisnya, antara lain dengan mengurangi limbah dari sumber, daur ulang. Lalu pengambilan dan pemanfaatan kembali secara berkelanjutan menuju produksi bersih dan pengolahan.

Dikatakan, salah satu bukti kesungguhan PT Pusri melaksanakan komitmen tersebut adalah dengan menginvestasikan miliaran rupiah untuk pengadaan alat-alat pengolah limbah dan membangun sarana prasarananya.

Saat ini PT Pusri sudah menerapkan sebuah sistem pengelohan limbah yang didukung dengan alat-alat canggih berkualifikasi internasional. Unit-unit, itu terdiri dari beberapa bagian seperti unit pengolah limbah cair, unit pengolah limbah minyak, pengolah limbah gas, dan polusi suara.

“Unit pengolah limbah cair terdiri dari alat yang disebut Biological Pond (kolam biologi). Ini merupakan unit pengolah limbah cair yang menggunakan bakteri untuk menurunkan kadar BOD, COD, TSS, dan Amoniak,” kata Ir H Edi Wibawa, MM, asisten manager teknik lingkungan PT Pusri.

Kolam biologi ini terdiri dari 6 buah kolam yang dengan ukuran total 25 x 100 meter. Empat buah kolam merupakan kolam biologi, sedangkan dua kolam lainnya merupakan kolam emergency. Dari 4 kolam 3 kolam, di antaranya masing-masing dilengkapi dengan 2 buah aerator yang berfungsi sebagai penyuplai oksigen.

Dari 3 kolam aerasi tersebut, 1 kolam difungsikan secara full aerasi sedangkan 2 kolam aerasi lagi difungsikan secara bergantian, dan dioperasikan secara terus menerus selama 24 jam. “Limbah yang diolah di unit ini, berasal dari ceceran lantai, bekas cucian dan lain sebagainya yang konsentrasi limbahnya rendah. Kapasitas olah 700 - 800 m3/jam yang berasal dari Pusri IB, Pusri-II, Pusri-III, Pusri-IV dan PPU. Hasil olahan langsung dialirkan ke Sungai Musi,” kata Edi lagi.

Di pengolahan limbah cair juga ada peralatan yang disebut Hydrolizer - Stripper. Menurutnya, itu merupakan unit peralatan untuk daur ulang limbah cair yang mengandung Amoniak dan Urea dengan konsentrasi tinggi. Limbah tersebut berasal dari pabrik Urea Pusri II, III dan IV, yang mengandung Urea 10.000 ppm dan Amoniak 3.500 mg/l yang dikumpulkan melalui sistem tertutup ke collecting pit pada masing-masing pabrik.

Selanjutnya, limbah tersebut melalui sistem perpipaan dipompakan untuk ditampung dalam Buffer Tank. Dari Buffer Tank dipompakan kedalam Hydrolizer Stripper. Dalam unit Hydrolizer akan terjadi proses hidrolisa larutan urea menjadi amoniak dan CO2.

Hasil hidrolisa urea dipisahkan dalam Stripper dengan sistem Steam Sripping. Menurut Sigemas, staf Departemen Lingkungan PT Pusri, keluaran dari Stripper berupa off gas dan treated water dengan konsentrasi Urea = nil dan Amoniak , 5 ppm. “Angka itu jauh di bawah baku mutu yang ditentukan yakni 50 ppm,” demikian kata Sigemas.

Sementara itu sebagai pemisah dan pengolah lumpur yang berasal dari unit kolam biologi digunakan alat yang disebut Sludge Removal Facilities. Lumpur yang berasal dari kolam biologi dipompakan ke Thickener untuk diendapkan secara gravitasi.

Air yang berasal dari thickener dikeluarkan secara overflow; endapan lumpur dari bagian bawah thickener dikeluarkan dan dikumpulkan dalam reservoir tank dan dipompakan ke filter press untuk dipisahkan airnya dan dipadatkan dengan tekanan 8 Bar, sehingga menghasilkan padatan lumpur yang mengandung 40 % dray solid.

Unit lainnya adalah unit pengolah limbah minyak menggunakan alat yang disebut Oil Separator. Pada tiap-tiap collecting pit dilengkapi dengan unit pemisah minyak yang bekerja secara kontinue dengan kapasitas olahan 20 m3/jam. Pemisahan minyak ini dilakukan untuk menjaga agar konsentrasi minyak yang akan diolah di Hydrolizer Stripper terjaga pada kisaran < 10 ppm.

Pada saluran-saluran kecil di dalam pabrik juga dipasang Oil Skimmer yang berfungsi untuk menangkap minyak, sehingga konsentrasi minyak yang akan diolah di unit biologi sudah rendah.

Untuk mengolah limbah gas ada unit yang disebut Purge Gas Recovery Unit (PGRU). Ini adalah unit yang paling mahal dari keseluruhan unit pengolah limbah di PT Pusri. “Dibangun pada pada tahun 1991 dan menghabiskan dana 13, 7 juta US dollar,” kata Edi.

PGRU adalah unit pengolah purge gas yang terbuang dari pabrik Amoniak Pusri-II, Pusri-III dan Pusri -IV. Hasil olahan berupa Tail gas digunakan sebagai bahan bakar sedangkan gas H2 dan NH3 dikembalikan ke proses untuk dipakai kembali.

Untuk antisipasi gangguan operasional siaga alat scrubber unit. Ini merupakan peralatan yang dipasang khusus untuk menanggulangi venting gas yang mengandung Amoniak dari FIC-403 di pabrik Urea bila ada gangguan operasional. Hasil olahan dikumpulkan dalam collecting pit dan kemudian dikirim ke Unit Hydrolizer Stripper untuk diolah kembali.

Terakhir untuk antisipasi polusi suara, pada sumber-sumber bunyi di peralatan pabrik amoniak seperti cerobong venting-venting gas, dipasang alat peredam bunyi (silencer) (mg12/adv/sumeks).










DAFTAR PUSTAKA


”Teknologi Pengolahan Limbah Minyak”,mazurayblog.com
”Teknologi Pengolahan Limbah Minyak”,anisblog.com
”Sejarah Minyak Bumi”,www.wordpress.com
”Pengantar Kimia-img”,www.google.com
”Hazardous Container-img”,www.google.com
“Membran Fig-img”,www.google.com
“Inset Limbah-img”,www.google.com
”Lokasi Industri Bio Diesel-img”,www.google.com
”Disposing of Waste Oil”,www.google.com


Tidak ada komentar:

Posting Komentar